Kamis, 07 November 2024

Analisis Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Peretasan (Hacking) sebagai Bentuk Kejahatan Cyber Crime

 Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Peretasan (Hacking) sebagai Bentuk Kejahatan Cyber Crime

Oleh: Utari Nelviandi, S.H.

Indonesia adalah negara hukum sebagaimana dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Indonesia adalah negara hukum Pancasila, yaitu negara hukum yang berdasarkan makna dari Pancasila. Artinya bahwa Indonesia memiliki pemaknaan tersendiri dalam menentukan ciri negara hukum Indonesia. Maksud dari negara hukum yaitu segala tatanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara didasarkan atas hukum yang berlaku. Negara Indonesia dalam mempraktekkan hukum bernegara mengguakan berbagai asas-asas negara hukum yaitu asas pancasila, negara hukum, kedaulatan rakyat, negara kesatuan, dan pemisahan kekuasaan.[1]

Orang yang melakukan suatu tindak pidana disebut dengan penjahat (criminal). Dalam kehidupan sehari-hari yang bermasyarakat sering sekali terjadi kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan oleh orang tertentu dengan mengancam sebagian dari anggota masyarakat, dalam ilmu hukum dikenal dengan sebutan tindak pidana kejahatan. Salah satu tindak pidana yang sedang marak-maraknya di tengah-tengah masyarakat saat ini ialah Cybercrime (tindak pidana komputer).[2]

Dalam era globalisasi negara Indonesia banyak sekali perkembangan seperti munculnya teknologi yang menyebakan efek positif dan negatif. Efek positif yang terlihat seperti pengetahuan dalam bidang teknologi sehingga Daya fikir manusia berkembang, salah satu kemajuan teknologi dalam aspek pengetahuan adalah hukum seperti Cyber Law, tetapi Atas pengetahuan tersebut tidak semua orang dapat memanfaatkannya dengan bijak dan benar, sehingga menyebabkan timbulnya sebuah pengetahuan yang disalahgunakan seperti kejahatan Cyber yang sangat merugikan banyak orang. Efek negatif Perkembangan teknologi yang melahirkan kejahatan Cyber seperti tindak pidana peretasan. Kejahatan peretasan dilakukan dengan cara memasuki jejaring internet menggunakan komputer atau handphone sebagai alat untuk mengakses, nyebarkan dan memalsukan data, dokumen orang lain dan dianggap merugikan terhadap orang atau organisasi.

Tindak pidana peretasan adalah serangkaian upaya hukum untuk menindak pelaku kejahatan peretasan yang dilakukan dengan cara masuk ke dalam sistem elektronik milik orang lain yang bersifat pribadi, dengan cara apapun sehingga merupakan tindakan terlarang. Tindakan ini dilakukan tidak hanya semata-mata untuk mencari keuntungan dan menemukan titik lemah dari si target. Kejahatan ini dapat digolongkan lebih relatif baru jika dibandingkan dengan kejahatan konvensional lainnya. Kemampuan dalam membuat program yang disalahgunakan oleh seseorang yang tidak bertanggungjawab dan menyebabkan munculnya sebuah pelanggaran hukum yang berdampak merugikan orang lain atau beberapa pihak yang telah sejak awal menjadi target sasaran. Salah satu contohnya adalah tindakan meretas situs web atau akun media sosial yang bersifat pribadi milik orang lain seperti facebook dan juga denga cara mengirimkan wibsite berupa undangan kepada whatsapp sehingga pelaku bisa mengakses data milik korban yang telah di targetkan.[3]

Tindak pidana peretasan ialah salah satu bagian dari kejahatan mayatara atau cybercrime yang muncul akibat adanya kemajuan teknologi. Hail ini telah diatur dalam pasal 30 ayat (1), (2), (3) Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 perubahan atas Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang selanjutnya disebut dengan UU ITE dan untuk sanksi pidananya telah diatur dalam pasal 46 ayat (1),(2),(3) UU ITE. Dalam upaya memangani tindak pidana peretasan juga muncul upaya perlindungan data pribadi yang di atur dalam undang-undang nomor 27 tahun 2022 tentang perlindungan data pribadi, perlindungan data pribadi dijelaskan dalam pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Pelindungan Data Pribadi adalah keseluruhan upaya untuk melindungi Data Pribadi dalam rangkaian pemrosesan Data pribadi guna menjamin hak konstitusional subjek Data Pribadi.”[4]

Pasal ini sudah jelas tertera unsur setiap orang, unsur dengan sengaja dan tanpa hak melawan hukum, unsur mengakses komputer dan/ atau sistem elektronik milik orang lain, serta unsur dengan cara apapun beserta sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku peretasan (hacking), jadi seharusnya dalam penegakan hukum di indonesia harus semakin di perkuat dari sektor cybernya dan jika terdapat pelaku peretasan tersebut hendaklah ditangani secepatnya berdasarakan peraturan yang ada.

Kenyataanya pada saat ini marak terjadi tindak pidana peretasan seperti kasus tentang peretasan marak terjadi di seluruh dunia, di indonesia yang terbaru kasus tindak pidana peretasann yaitu dilakukan oleh hacker Bjorka yang meretas data dokumen negara dokumen penting masyarakat Indonesia sampai data pribadi Presiden Jokowi, data Kominfo dan BIN (Badan Intelejen Nasional) yang menyebabkan data data pribadi yang harusnya dilindung tetapi kenyataanya berhasil di retas dan yang terjadi sampai sekarang kasus Bjorka masih belum teratasi. Dari fenomena diatas kejahatan peretasan masing sering terjadi dikalangan masyarakat khususnya yang beraktifitas di dunia maya menggukan smartphone atau gadget.

Selain mendatangkan keuntungan atau nilai-nilai positif, teknologi juga mengandung muatan yang merugikan kehidupan bangsa. Maraknya tindakan peretasan menimbulkan banyak kerugian berupa meteriil dan nonmateriil yang diderita oleh korban itu sendiri. Peretasan ini juga tidak hanya dilakukan pada situs web tetapi juga pada akun media sosial milik perseorangan. Dari sekian banyak sisi gelap dari kemajuan tekonologi, teknologi masih menyimpan banyak keuntungan positif seperti adanya email, e-commerce, internet banking, dan hal lain semacamnya.

Penegakan hukum yang dilakukan terhadap tindak pidana peretasan atau hacking yang tergolong ke dalam ranah kejahatan mayantara atau cybercrime dilakukan dengan menerapkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang-undang ini akan memberikan sanksi berupa membayar denda serta hukuman kurungan penjara sebagaimana telah dicantumkan dalam pasal 30 ayat (1), (2), dan (3). Sanski pidananya telah diatur dalam pasal 46 ayat (1), (2), dan (3). Upaya dalam melakukan penanggulangan kejahatan mayantara atau cybercrime telah mengacu pada Undang-Udang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan berbagai upaya lain seperti upaya preventif seperti pemblokiran, edukasi terhadap masyarakat, dan hal-hal positif lainnya yang dapat mencegah terjadinya suatu kejahatan, serta melakukan upaya represif yang mana upaya ini dilakukan setelah terjadinya suatu tindak pidana, seperti penjatuhan sanksi terhadap pelaku.

Faktor yang mempengaruhi tindak pidana peretasan dikota Pekanbaru ada beberapa faktor yang mempengaruhi penegakan hukum yaitu: Pertama undang-undang, undang-undang disebut dengan peraturan yang merupakan produk hukum yang dibuat untuk di tegakkan sehingga memberikan kepastian hukum, kemanfaatan dan keadialan; Kedua penegak hukum, penegakan hukum dilakukan oleh aparat penegak hukum yaitu kepolisan yang mempunyai wewnang khusus dan keahliahn khusus untuk menangani tindak pidana peretasan; Ketiga sarana dan fasilitas, sarana dan fasilitas merupakan penunjang kinerja aparat penegak hukum untuk penangani kasus tindak pidana peretasan seperti pengumpulan bukti dibutuhkan tim khusus; Keempat masyarakat, masyarakt merupakan faktor utama dalam penegakan hukum, kesadaran masyarakat terhadap hukum sangatlah penting; Kelima budaya, budaya merupakan kebiasaan masyarakat yang timbul dari nilai-nilai yang ada dikalangan masyarakat.



[1] Rafi Septia Budianto Pansariadi, Tindak Pidana Cyber Crime dan Penegakan Hukumnya, Binamulia Hukum, Volume 12, Nomor 2, Desember 2023 (287-298).

[2] Risman Hi Mustafa, Mulyati Pawennai, et.al., “Peretasan Terhadap Sistem Elektronik Pada Aplikasi Angkutan Umum” dalam Qawanin Jurnal Ilmu Hukum, Volume 1. No. 1 (Agustus 2020), h. 63

[3] I Gusti Ayu Suanti Karnadi Singgi, I Gusti Bagus Suryawan, et.al., “Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Peretasan Sebagai Bentuk Kejahatan Mayantara (Cyber Crime)” dalam Jurnal Konstruksi Hukum, Volume 1. No. 2, (Oktober 2020), h. 336.

[4] Undang-undang nomor 27 tahun 2022 tentang perlindungan data pribadi

Tidak ada komentar:

Perspektif Teori Hukum Feminis Terhadap Penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Ketidakadilan Gender Pada Hak Asasi Manusia Bagi Kaum Perempuan)

  PERSPEKTIF TEORI HUKUM FEMINIS TERHADAP PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (KETIDAKADILAN GENDER PADA HAK ASASI...