https://docs.google.com/presentation/d/1SvFKacWWHtas_VUUU8sRW7OTfS2W3W-T/edit#slide=id.p1
Kamis, 14 April 2022
Rabu, 06 April 2022
#BreakTheBias Refleksi Hari Perempuan Internasional
Oleh: Utari Nelviandi, S.H.
Hari Perempuan
Internasional yang jatuh pada Selasa (8/3/2022) adalah perayaan buat perempuan
seluruh belahan dunia atas pencapaian dalam memperjuangkan hak-haknya seperti
upaya adanya kesetaraan gender secara global dalam berbagai aspek. Munculnya
peringatan hari perempuan internasional dilatarbelakangi atas perjuangan kaum
perempuan di belahan Dunia, peringatan ini pertama kali dirayakan pada 28
Februari 1909 di New York dan diselenggarakan oleh Partai Sosialis Amerika
Serikat, Demontrasi pada 8 Maret 1917 yang dilakukan oleh para perempuan di
Petrograd memicu terjadinya Revolusi Rusia.
Hari Perempuan
Internasional secara resmi dijadikan sebagai hari libur nasional di Soviet
Rusia pada Tahun 1917 dan dirayakan secara luas di Negara sosialis maupun
komunis. Pada tahun 1977 hari perempuan internasional diresmikan sebagai
perayaan tahunan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk memperjuangkan
hak-hak perempuan serta mewujudkan perdamaian Dunia.
Selanjutnya,
Hari perempuan internasioanl dirayakan pertama kali pada pada 1911 di Austria,
Denmark, Jerman dan Swiss. Pada 1996 tema hari perempuan internasional perama
yang diadopsi oleh PBB adalah “Merayakan masa lalu, merencanakan masa depan.”
Peringatan ini dijadikan Refleksi bagi perempuan belahan dunia seberapa jauh
keterlibatan perempuan dalam berbagai sektor.
Setiap tahunnya
Peringatan Hari Perempuan Internasional memiliki tema kampanye yang
berbeda-beda. Untuk tahun 2022 ini tema yang diusung yakni Break The Bias karena secara disengaja atau tanpa disadari bias
membuat perempuan sulit untuk maju. Melalui tema ini mengajak kita perempuan
seluruh dunia untuk memperjuangkan dan menyuarakan kesetaran dalam berbagai
sektor (Multisektor) serta mematahkan semua bias yang ada di sekitar kita
seperti di komunitas, tempat kerja, sekolah maupun perguruan tinggi. Perlunya
sinergitas dan kolaborasi kita sesama perempuan untuk memperjuangkan ini
sehingga kesetaraan terhadap perempuan dapat tercapai, duniapun menjadi lebih
beragam, adil, inklusif dan bebas dari bias, stereotype, violence, maupun
diskriminasi.
Pada masa kini,
gagasan dan konsep tentang kesetaraan gender bukanlah hal yang tabu lagi untuk
diperbincangkan, perempuan memiliki kesempatan untuk berada di berbagai ranah
baik pemerintahan, politik, dll. Kesetaraan yang lebih besar dalam hak-hak
legislatif, eksekutif maupun yudikatif serta apresiasi terhadap pencapaian
mereka di berbagai bidang. Namun problem yang sampai detik ini menjadi hambatan
bagi perempuan yang belum terpecahkan yakni ketidaksetaraan upah antara
laki-laki dan perempuan,serta berbagai kasus kekerasan baik fisik maupun psikis
yang dominan menjadi korbannya yakni kaum perempuan.
Menurut CATAHU
(Catatan Tahunan) Komnas Perempuan 2022, data kekerasan terhadap perempuan
tahun 2021 yang peluncurannya pada Senin, 7 Maret 2022 ini, bahwa kasus
kekerasan berbasis gender terhadap perempuan (KBGtP) meningkat 50% dari tahun
sebelumnya yakni 338.496 kasus yang terjadi di tahun 2021. Kasus kekerasan yang
paling dominan terjadi yakni di Ranah Personal berupa kasus pemerkosaan dimana
pelakunya dari orang terdekat sendiri yakni Suami dan Pacar. Sedangkan posisi
kedua yakni di Ranah publik berupa kekerasan seksual baik itu pemerkosaan,
pelecehan dan pencabulan.
Catahu Komnas
perempuan juga menyebutkan kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan
pendidikan pada tahun 2021 mengalami penurunan (9 kasus) dibandingkan dengan
tahun 2020 (17 kasus). Perguruan Tinggi (PT) menempati urutan pertama yaitu 35%
disusul pesantren atau pendidikan berbasis agama menempati urutan kedua yakni
16% selanjutnya disusul tingkat SMA/SMK terdapat 15%. Dapat disimpulkan bahwa
kasus kekerasan terhadap perempuan (KTP) meningkat 50% dari tahun sebelumnya
dan bentuk Kekerasan yang paling dominan terjadi di tahun 2021 ialah kekerasan
seksual sekitar 33,4 % sedangkan di tahun sebelumnya hanya 26%.
Upaya yang dapat
dilakukan untuk mengatasi terjadinya peningkatan kasus kekerasan terhadap
perempuan yakni perlunya keterlibatan Negara dalam hal ini menyediakan payung
hukum yang lebih komprehensif seperti RUU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan
Seksual) dan dalam ranah perguruan tinggi yakni Permendikbud Ristek Nomor 30
Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) serta
diperlukannya Sinergitas antara penegak hukum dengan masyarakat agar lebih
memahami berbagai bentuk kekerasan yang terjadi, bagaimana penanganannya, upaya
hukumnya dan keberanian dalam berspeak up.
Harapannya
melalui peringatan ini menjadi momentun untuk merefleksikan diri seluruh
perempuan di belahan dunia agar terus evalusi diri, bertransformasi,
menumbuhkan sikap, melakukan perubahan, meningkatkankan kapasitas diri serta
terus memperjuangkan dan mendorong kesetaran gender diberbagai sektor demi
terwujudnya kesejahteraan dan keadilan.
Perspektif Teori Hukum Feminis Terhadap Penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Ketidakadilan Gender Pada Hak Asasi Manusia Bagi Kaum Perempuan)
PERSPEKTIF TEORI HUKUM FEMINIS TERHADAP PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (KETIDAKADILAN GENDER PADA HAK ASASI...
-
Criminal Law Reform: Analysis of Legal Protection for Revenge Porn Victims as a form E lectronic-Based Sexual Violence/ Online Gender-Ba...
-
Pelaksanaan Hukum Positif dalam Perspektif Memberi Rasa Aman Sebagai Tugas daripada Hukum (Perlindungan pada Korban Kekerasan Seksual Menu...
-
https://docs.google.com/presentation/d/1-9mcB23GCk_qNwy_wRzGbjjHplXwiZ9N/edit?usp=drive_link&ouid=100256905152188523076&rtpof=true&a...